Sabtu, 09 Oktober 2010

PERDA PENDIDIKAN GRATIS DI SULSEL

Dari hasil diskusi Taskforce
Beberapa rekomendasi kebijakan untuk evaluasi PERDA

Pendidikan gratis di Sulawesi Selatan merupakan program prioritas Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008 – 2013. Program ini merupakan janji Gubernur terpilih saat PILKADA 2008 yang harus diimplementsikan selama periode kepemimpinannya. Implementasi janji tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur nomor 11 tahun 2008 dan pada tahun 2009, penyelenggaraan pendidikan gratis ini selanjutnya di-PERDA-kan melalui Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan. Pendidikan gratis adalah skema pembiayaan pendidikan dasar dan menengah yang ditanggulangi bersama oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota guna membebaskan atau meringankan biaya pendidikan peserta didik di Sulawesi Selatan.

Inisiasi pemerintah daerah tentang program pendidikan gratis tidak semata-mata untuk mengimplementasikan janji Gubernur Sulawesi Selatan dalam PILKADA 2008 yang lalu, akan tetapi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Sementara dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional tahun 2003, beberapa pasal yang lebih rinci mengatur masalah ini, antara lain:
1. Pasal 5 ayat 1
Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
2. Pasal 5 ayat 5
Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat;
3. Pasal 34 ayat 2
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya;
4. Pasal 46 ayat 2

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat 4 UUD Negara RI tahun 1945.
Dalam undang-undang tersebut di atas menjelaskan bahwa kebutuhan akan pendidikan yang bermutu dan bebas dari pungutan menjadi kewajiban bagi negara untuk dipenuhi demi kepentingan warga negara. Oleh karena itu, Perda nomor 4 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan adalah tepat. Namun pelaksanaan Perda kadang mendapatkan hambatan dengan kenyataan di lapangan. Masalah kemudian muncul, baik di masyarakat, Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun di penyelenggara pendidikan sendiri.

KOPEL Sulawesi memandang bahwa niat baik pemerintah propinsi Sulawesi Selatan melalui PERDA Nomor 4 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis ini perlu mendapat apresiasi dari semua pihak, termasuk memberikan masukan-masukan perbaikan yang dapat mendorong implementasi Perda ini agar berjalan dengan baik. Melalui task force (gugus tugas) pelayanan publik yang dibentuk oleh KOPEL yang terdiri dari unsur Partai Politik, NGO, akademisi, dan pelaku usaha telah melakukan kajian atas pendidikan gratis di Sulawesi Selatan. Atas hasil diskusi dan kajian terhadap PERDA ini, beberapa rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.
2. Mutu Pendidikan
3. Komisi Pengawas Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.
Ketiga rekomendasi kebijakan tersebut di atas, dapat kami paparkan sebagai berikut:

1. Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.

Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di setiap sekolah penyelenggara pendidikan membutuhkan anggaran yang begitu besar. Tidak hanya keperluan anak sekolah yang harus ditanggulangi, akan tetapi operasional, perbaikan fasilitas dan sejumlah kebutuhan penyelenggaraan pendidikan yang harus ditutupi. Sementara anggaran pendidikan gratis yang dikucurkan oleh pemerintah daerah sangat terbatas. Dengan anggaran yang terbatas dari subsidi pendidikan gratis yag dikucurkan oleh pemerintah daerah, membuat penyelenggara pendidikan keteteran.

Asumsi yang terbangun di masyarakat bahwa pendidikan gratis tidak lagi ada pungutan kepada siswa/orang tua siswa dalam bentuk apapun. Di pihak lain subsidi pemerintah daerah melalui pendidikan gratis sangat terbatas, praktis penyelenggara pendidikan harus mencari pudi-pundi lain untuk menutupi kekurangan anggaran. Penyelenggara pendidikan diharapkan mencari sumber pembiayaan lain selain subsidi dari pemerintah daerah.

Dalam PERDA No 4 tahun 2009 sinyal itu sudah ada, khususnya pada pasal 10 ayat (6), namun jalan keluar yang ditempuh dalam pasal ini adalah pungutan dapat dilakukan dari peserta didik atas persetujuan orang tua murid melalui Komite Sekolah. Dalam konteks ini, ada pertentangan atas Perda ini antara keinginan untuk menggratiskan peserta didik dengan ketidakmampuan pihak sekolah membiayai penyelenggaraan pendidikan. Wajar jika orang tua murid banyak yang protes “Katanya pendidikan gratis, tapi mengapa masih ada yang harus dibayar”.

Harusnya pasal dalam Perda ini menegaskan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di luar subsidi gratis pemerintah tidak dibebankan kepada peserta didik. Perda ini perlu menegaskan kepada penyelenggara pendidikan yang masih memiliki komponen lain yang harus dibiayai untuk kreatif mencari sumber pembiayaan di luar subsidi gratis pemerintah daerah. Penyelenggara pendidikan dapat mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud dapat berupa:
• Corporate (perusahaan/BUMN/BUMD) melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility).
• Peranserta individu/kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan financial dan peduli terhadap pengembangan pendidikan.

Masukan tersebut di atas adalah jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan anggaran bagi penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, pasal 10 khususnya ayat (6) dan (7) Perda No. 4 Tahun 2009 agar dipertimbangkan untuk dihapus. Masukan sumber pembiayaan lainnya dapat dipertegas dalam BAB IX Pasal 14 tentang sumber pembiayaan. Penegasannya dapat dilakukan dengan merevisi pasal tersebut dan memasukkan pengaturannya dengan tegas (untuk tidak mengatakan sedikit memaksa) tentang kreatifitas penyelenggara pendidikan untuk dapat bekerja sama dengan corporate dan atau individu/kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan financial dan peduli terhadap pengembangan pendidikan ke dalam batang tubuh PERDA.

2. Mutu Pendidikan

Sejatinya Perda Penyelenggaraan Pendidikan Gratis tidak sekedar mendorong penyelenggara pendidikan untuk membebaskan anak didik dari segala pengutan, akan tetapi PERDA ini juga penting mengatur tentang peningkatan mutu pendidikan.

Dalam Pasal 12 ayat (3) menjelaskan bahwa “Subsidi pembiayaan dari pemerintah daerah dimaksudkan untuk perluasan kesempatan belajar bagi seluruh anak usia sekolah dan peningkatan mutu penyelenggaraan dan mutu luaran/lulusan”. Pasal 10 ayat (3) dan (4) menyebutkan “Sekolah swasta dan pesantren yang menolak menyelenggarakan pendidikan gratis wajib menjamin mutu proses belajar mengajar dan standar mutunya diatur dalam peraturan gubernur”. Konteks dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (3) dan (4) ini menginformasikan kepada kita bahwa subsidi pembiayaan gratis dari pemerintah daerah dimaksudkan untuk peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan dan mutu luaran/lulusan. Namun dengan subsidi yang terbatas dari pemerintah daerah diperparah dengan persepsi masyarakat tentang “pendidikan gratis” yang menganggap semuanya harus digratiskan membuat penyelenggara pendidikan terbebani. Antara perintah PERDA dengan desakan kuat dari masyarakat tentang pendidikan gratis membuat penyelenggara pendidikan tertekan dan tak mampu berbuat apa-apa. Termasuk memikirkan mutu pendidikan dan keluaran/lulusan anak didik.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam Perda No. 4 tahun 2009 yang mengatur tentang mutu pendidikan hanya beberapa pasal, antara lain Tujuan, sasaran, dan pengawasan:
- BAB IV Pasal 7 tentang tujuan penyelenggaraan pendidikan gratis, yakni point (b) “Meningkatkan mutu penyelenggaraan dan lulusan”; dan point (d) “Meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggara pendidikan gratis untuk memenuhi mutu dan produktivitas sumber daya manusia yang unggul”.
- Pasal 10 ayat (3) dan (4) “Sekolah swasta dan pesantren yang menolak menyelenggarakan pendidikan gratis wajib menjamin mutu proses belajar mengajar dan standar mutunya diatur dalam peraturan gubernur”.
- Pasal 25 “Pengawasan diharapkan dapat mengefektifkan penggunaan dan pemanfaatan dana subsidi dan peningkatan mutu lulusan penyelenggaraan pendidikan gratis”

Bila dilihat dari tujuan Perda tentang mutu pendidikan yang diharapkan tercapai begitu mulya (pasal 7 point b dan d), namun tak satupun pasal dalam Perda ini yang mengatur tentang bagaimana penyelenggara pendidikan didorong untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dan luaran/lulusan peserta didik. Apa sebab? Setelah ditelusuri pasal demi pasal dalam PERDA ini, ada asumsi yang terbangun bahwa sekolah yang menerima penyelenggaraan pendidikan gratis sudah dijamin mutunya padahal belum tentu, sementara sekolah yang menolak, standar mutunya akan diatur dalam peraturan gubernur (pasal 10 ayat 3 dan 4).

Ada beberapa aspek yang mendukung terselenggaranya pendidikan yang bermutu, antara lain pembiayaan, cara dan metode, serta kapasitas pengajar/guru. Dari segi pembiayaan, jelas subsidi pemerintah daerah dalam pendidikan gratis ini tidak bisa mencukupi seluruh pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah yang menerima penyelenggaraan pendidikan gratis. Sementara cara, metode, dan kapasitas tenaga pengajar/guru sama sekali tidak disinggung dalam Perda ini.

3. Komisi Pengawas Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.


Penyelenggaraan pendidikan gratis oleh sekolah yang menerima penyelenggaraan pendidikan gratis penting untuk diawasi. Banyaknya masalah yang dihadapi baik oleh penyelenggara pendidikan, pemerintah kabupaten/kota maupun komplain dari orang tua siswa yang mengharuskan penyelenggaraan pendidikan gratis perlu pengawasan yang ketat.

Dalam Perda No. 4 tahun 2009 komisi ini telah diatur dalam Bab tersendiri yakni BAB XV tentang Komisi Pengawasa Penyelenggaraan Pendidikan Gratis dalam 3 pasal yakni pasal 23, 24, dan 25. Namun dalam pengawasan ini ada beberapa catatan:
- Komisi Pengawas yang diatur dalam PERDA ini menuntut adanya anggaran operasioanal untuk memonitoring pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan gratis di 23 kabupaten/kota se Sulawesi Selatan. Mengingat anggaran yang dibutuhkan lembaga ini tidak sedikit, maka perlu mempertimbangkan efektifitas keberadaan komisi ini.
- Dipahami bahwa prioritas subsidi pemerintah daerah untuk pembentukan PERDA ini adalah sekolah penyelenggara pendidikan gratis, maka sejatinya pemerintah daerah menimalkan pembengkakan anggaran selain kepada penyelenggara pendidikan gratis. Untuk pengawasan penyelenggaraan pendidikan gratis, pemerintah daerah dapat memberdayakan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah serta DPRD dengan fungsi pengawasannya.
Demikianlah rekomendasi ini dibuat, semoga menjadi catatan pemerintah propinsi Sulawesi Selatan untuk perbaikan regulasi dan kebjikan atas penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan.