Rabu, 19 Mei 2010

KESEDERHADAAN HIDUP DI TENGAH MASYARAKAT MODERN

Kehidupan masyarakat Amma Toa patut menjadi contoh dalam hal kesederhanaan hidup. Hidup dengan kesederhanaan tanpa memikirkan hidup mewah membawa arti tersndiri di tengah kehidupan masyarakat modern. Di tengah-tengah kehidupan yang hedonis, masyarakat Amma Toa justeru kembali ke alam dengan memelihara harmonisasi kehidupan di antara makhluk. Selain harmonisasi dengan dan antar makhluk, juga tak terlepas dari hubungan dengan sang maha pencipta yang mereka sebut dengan Turia'ra'na (yang berkehendak). Hal ini pulalah yang menginspirasi masyarakat Amma Toa untuk senantiasa menjaga kelestarian lingkungan. Mereka percaya bahwa kerusakan lingkungan dapat membawa malapetaka bagi manusia. Hubungan antara Tuhan, alam, dan manusia sebagai satu kesatuan kosmologi tetap terja. Terlepas dari kepercayaan "patuntun", konsep ketauhidan dalam Islam terimplementasi dalam kehidupan masyarakat di dalam kawasan adat kamase-masea (sebutan masyarakat Amma Toa). Bertahannya kehiduan ini juga tak bisa dipisahkan dari "Pasang" yakni pesan-pesan lisan yang diturunkan secara turun temurun yang menjadi dasar bagi hidup keseharian mereka. Pasang dapat diartikan sebagai pesan, fatwa, aturan, yang harus ditaati bagi masyarakat. Tatkala aturan ini dilanggar maka ada konsekuensi yang harus di tanggung oleh si pelanggar, baik aturan adat yang ditegakkan langsung oleh Amma Toa sebagai pemimpin spiritual, maupun konsekuensi yang harus ditanggung berupa kegaiban-kegaiban yang muncul bagi sipelanggar yang secara psikis dapat mempengaruhi dirinya, misalnya sakit yang tak berkesudahan. Bahkan bila pelanggaran yang sangat berat, maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan.

Berbicara tentang kearifan ekologis yang dipraktekkan oleh masyarakat Kajang, terdapat sebuah prinsip hidup yang disebut tallase kamase-mase, bagian dari pasang yang secara eksplisit memerintahkan masyarakat Kajang untuk hidup secara sederhana dan bersahaja. Secara harfiah, tallase kamase-mase berarti hidup memelas, hidup apa adanya. Memelas, dalam arti bahwa tujuan hidup warga masyarakat Kajang menurut pasang adalah semata-mata mengabdi kepada Turek Akrakna.

Prinsip tallase kamase-mase juga berarti tidak mempunyai keinginan yang berlebih dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk makan maupun dalam kebutuhan berpakaian. Dengan cara yang demikian, maka keinginan mendapatkan hasil berlebihan dari dalam hutan dapat dihindari, sehingga hutan tidak terganggu kelestariannya, sebagaimana tercermin dalam bunyi pasang berikut:

Jagai lino lollong bonena,
kammayatompa langika,
rupa taua siagang boronga

Artinya:

Peliharalah dunia beserta isinya,
demikian pula langit,
manusia dan hutan.

Pasang di atas mengajarkan nilai kebersahajaan bagi seluruh warga masyarakat Kajang. Hal ini dapat dipandang sebagai filosofi hidup mereka yang menempatkan langit, dunia, manusia dan hutan, sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam suatu ekosistem yang harus dijaga keseimbangannya. Manusia hanyalah salah satu komponen dari makrokosmos yang selalu tergantung dengan komponen lainnya. Untuk itu, dalam berinteraksi dengan komponen makrokosmos lainnya, manusia tidak boleh bertindak sewenang-wenang karena akan merusak keseimbangan yang telah tertata secara alami.

Kesederhanaan itu juga tercermin dari cara mereka berpakaian. Warna hitam untuk pakaian (baju dan sarung) adalah wujud kesamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. Menurut pasang, tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam untuk pakaian menandakan adanya kesamaan derajat bagi setiap orang di depan Turek Akrakna.

Kesamaan bukan hanya dalam wujud lahir, akan tetapi juga dalam menyikapi keadaan lingkungan, terutama kawasan hutan mereka, sehingga tidak memungkinkan memikirkan memperoleh sesuatu yang berlebih dari dalam hutan mereka. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, Masyarakat Adat bukanlah masyarakat yang memburu kemakmuran material, namun berorientasi pada kehidupan abadi di akhirat. Bagi mereka, tanah bukan untuk dieksploitasi demi materi, melainkan sekedar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup secukupnya. Dengan prinsip tallase kamasa-mase ini, Masyarakat Adat Kajang berharap dapat mengekang hawa nafsunya, selalu bersikap jujur, tegas, sabar, rendah hati, tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, dan tidak memuja materi secara berlebihan.

Selasa, 18 Mei 2010

JELANG PILKADA: APA YG DAPAT ANDA PERBUAT UNTUK BULUKUMBA?

Jelang PILKADA Bulukumba, orang-orang Bulukumba di rantau juga banyak mendiskusikannya. PILKADA Bulukumba yang sebentar lagi akan dihelat menjadi perhatian mereka. Tapi tak sadar bahwa tanah kelahirannya membutuhkan dia. Saya sering berujar kepada teman-teman bahwa orang Bulukumba itu konsisten dengan motto daerahnya'"Bulukumba Berlayar" tapi mereka tak pernah berpikir untuk kembali berlabuh.

Bulukumba saat ini membutuhkan perhatian semua pihak. Banyak potensi daerah yang ada tapi tak dapat dikelola dengan baik. Kelautan, perikanan, perkebunan dan potensi daerah lainnya dikelola tidak terencana. Bayankan nelayan yang ada di kampung saya Kajang malah menjual ikannya ke Kalimantan, ke Lappa Sinjai. Apa sebab? Infarstruktur untuk mengembangkan semua potensi daerah tidak tergarap dengan baik.

Orang-orang pintar Bulukumba tak terkira jumlahnya, namun tak pernah di manfaatkan. Kebanyakan putra daerah banyak berkiprah di luar. Manfaat tentu saja untuk kepentingan daerah dimana mereka berdiam/bermukim. Adakah kita semua memikirkan hal itu?

Saya dan anda semua mungkin ada dalam lingkaran ini, tapi apa mau dikata, peran apa yang dapat kita ambil untuk memajukan daerah tercinta? Harusnya pemerintah daerah memikirkan ini semua dan membuat terobosan penting untuk memanfaatkan potensi SDM Bulukumba untuk banyak berkiprah di tanah kelahirannya.

Semoga kita semua peduli akan hal ini.... dan mari berpartisipasi untuk menentukan pemimpin Bulukumba 5 tahun ke depan. Partisipasi anda tidak harus mencoblos di daerah kelahiran Anda, anda bisa melakukannya dengan mempengaruhi opini publik untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan memulai dari pemimpin yang baik .... siapa mereka? silahkan anda lihat trac rekor para kandidat. Semoga PILKADA Bulukumba sukses tanpa ada riak-riak yang dapat menjatuhkan citra Bulukumba di mata publik.

Rabu, 12 Mei 2010

SALAH KAPRAH TENTANG KEKAYAAN

Bagikan
Kemarin jam 12:49
Diunggah melalui Facebook Seluler
"Dan kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Qs. Luqman: 18)

Sebagaimana biasa dalam halaqahnya Rasulullah saww duduk dikelilingi para sahabat. Yang terakhir datang, adalah sahabat Nabi dari kalangan fakir. Ia mengenakan pakaian yang sangat sederhana, kumal dan sudah tidak jelas warnanya. Sebagaimana anjuran Nabi, bahwa dalam sebuah majelis seseorang dianjurkan duduk ditempat manapun yang ia jangkau dan masih kosong. Ia pun tanpa merasa sungkan duduk di bagian sahabat-sahabat Nabi yang dari kalangan orang kaya, sebab ia melihat masih ada tempat kosong di situ. Iapun duduk tenang bersebelahan dengan salah seorang sahabat yang berpakaian bagus, bersih dan tampak mewah. Ada gurat wajah ketidak senangan yang tiba-tiba ditampakkan sahabat Nabi yang kaya ini, ia pun menggeserkan tubuhnya sedikit demi sedikit, ia berupaya menjauh agar tidak tampak sedang bersebelahan dengan seseorang yang pakaiannya kumal. Tingkah lakunya tidak luput dari pandangan Nabi, beliau saww pun bertanya:

"Apa engkau takut bersentuhan dengan dia?"
"Tidak ya Rasulullah!"
"Apa engkau takut, ia mengambil hartamu?"
"Tidak juga ya Rasulullah!".
"Apa engkau takut, jubahmu menjadi kotor karenanya?"
"Tidak ya Rasulullah!".
"Lantas mengapa engkau menjauh darinya?"

Sahabat Nabi tersebutpun tertunduk dan tidak berani menjawab. Sesaat ia terdiam, kemudian berkata, "Ya Rasulullah, saya mengaku telah melakukan kesalahan. Untuk menebus kesalahan saya, separuh dari kekayaan saya, saya berikan kepada saudara muslim saya ini."

Sahabat Nabi yang miskin dan berpakaian kumal ini berkata, "Tapi saya tidak mau menerima pemberiannya ya Rasulullah."

Sontak sahabat-sahabat yang lain serentak bertanya, "Kenapa?"
"Saya takut, jika memiliki harta sebagaimana dia, saya juga akan sombong dan suatu hari melakukan hal yang sama sebagaimana yang dia lakukan padaku hari ini."

Kisah di atas diriwayatkan dalam kitab Ushul Kafi jilid 2 halaman 260. Riwayat ini mengajarkan, bahwa diantara penyebab timbulnya rasa angkuh, sombong, takabur dan merasa lebih mulia dari orang lain adalah kekayaan dunia.
Tidak sedikit dari kita menilai dan beranggapan, kekayaan adalah simbol kemuliaan. Bukan hanya merasa mulia pada pandangan manusia namun juga pada pandangan Allah SWT. Allah SWT menyangkal pandangan tersebut dalam firmanNya, "Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu Dia memuliakannya dan memberi kesenangan kepadanya, maka dia (lupa daratan seraya) berkata (dengan angkuh), "Tuhan-ku telah memuliakanku.", Adapun bila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata (dengan putus asa), "Tuhan-ku menghinakanku." (Qs. Al-Fajr: 15-16). Menurutnya, dengan kelimpahan rezeki yang Allah berikan padanya adalah petanda dan bukti bahwa Allah telah memberikan pemuliaan baginya, sementara orang-orang yang rezekinya terbatas atau berada dalam kemelaratan, baginya adalah orang-orang yang telah dihinakan oleh Allah, oleh karena itu ia merasa pantas untuk menyombongkan diri. Dalam pandangan Allah, kekayaan dan kemiskinan adalah sama-sama ujian dari-Nya, siapakah dari hamba-hambaNya, yang keimanan dan penghambaannya tidak terpengaruh oleh ada tidaknya pundi-pundi kekayaan di tangannya. Kita terkadang merasa aneh dengan orang-orang yang mencari rezeki dengan cara-cara yang diharamkan, merampas dan menggenjet hak orang lain, dan merasa telah dimuliakan oleh Allah. Harta kekayaan yang diperoleh secara baik-baik saja tidaklah menjadi tolok ukur bahwa Allah telah memuliakan seseorang, apalagi harta yang diperoleh dengan cara yg zalim.
Paradigma bahwa kekayaan adalah simbol kemuliaan dan kemiskinan adalah keterhinaan telah ada sejak zaman dahulu. Para Anbiyah as pun berhadapan dengan orang-orang yang berpandangan seperti ini. Setiap ada Nabi yang menyerukan kepada mereka keselamatan dan kebenaran, maka mereka melihat terlebih dahulu, harta kekayaan apa yang dimiliki Nabi tersebut. Ketika Allah SWT mengangkat Thalut menjadi raja bagi Bani Israil, "Mereka menjawab, "Bagaimana mungkin Thalut memerintah kami, sedangkan kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan ia tidak diberi kekayaan yang melimpah?" (Qs. Al-Baqarah: 247). Nabi Muhammad saww pun berhadapan dengan orang-orang yang berpandangan serupa. Mereka berkata, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?" (Qs. Huud: 12). Mereka berpandangan, kalau orang yang mengaku Nabi adalah benar-benar utusan Tuhan, maka Tuhan pasti memuliakannya dengan harta dan kekayaan yang melimpah, bukan dari orang-orang yang menurut mereka hina dina karena kepapaan dan ketiadaan harta benda yang mewah dan banyak.

Inilah diantara hikmahnya, Allah SWT mengutus para Nabi-Nya dari kalangan orang-orang biasa. Dari kelompok orang-orang sederhana yang bahkan terpinggirkan secara sosial. Bahwa kemuliaan seseorang tidaklah diukur dari banyaknya harta kekayaan yang dimiliki, melainkan ketakwaan dan ketundukan hati dalam menyembah dan memasrahkan diri pada-Nya.

Allah SWT menguraikan di antara sifat-sifat hamba-hamba yang dimuliakan-Nya, dalam firman-Nya, "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (Qs. Al Furqaan: 63).

Qom, 26 Jumadil Awal 1431 H (dari Ismail Amin)