Minggu, 04 November 2012

Alasan Kenapa Pinjaman Pemrov Sulsel Rp. 500 Milyar harus ditolak

Latar Belakang

Pada tanggal 18 Januari 2012, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengajukan permohonan pinjaman dana untuk infrastruktur jalan kepada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Besarnya permohonan pinjaman tersebut sebesar Rp. 500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah). Tujuan pinjaman tersebut untuk pembangunan infrastruktur jalan di 11 ruas jalan di wilayah Sulawesi Selatan. Permohonan pinjaman dana tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia Sekretaris Jenderal Pusat Investasi Pemerintah (PIP) melalui suarat penawaran Nomor S – 833/IP/2012 tertanggal 09 Oktaber 2012. Namun hingga saat ini persetujuan pinjaman tersebut masih terus berpolemik di DPRD Sulawesi Selatan. Beberapa fraksi di DPRD tidak menyepakati adanya pinjaman sebesar Rp. 500 Milyar yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, antara lain fraksi Demokrat, Hanura, dan PKS. Beberapa alasan anggota DPRD yang menolak permohonn pinjaman tersebut karena: (1) DPRD merasa dikelabui oleh Pemerintah Provinsi karena Pemprov lebih dulu menyampaikan permohonan ke PIP tanpa melalui persetujuan DPRD secara kelembagaan (hanya melalui ketua DPRD Sulsel). Ada kesalahan prosedur dalam proses pengajuan yang tidak mengikutsertakan persetujuan DPRD Sulsel sejak awal – sudah ada kesepakatan dengan PIP sementara saat ini di DPRD Sulsel baru paripurna untuk persetujuan; (2) Usulan pinjaman tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Mengenagh Daerah (RPJMD) Pemrov Sulawesi Selatan; (3) Pinjaman terkesan politis lantaran menjelang Pilgub 22 Januari 2012 akhir periode Gubernur. Terlepas dari polemik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan anggota DPRD, Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) telah melakukan kajian atas rencana Pemerintah Provinsi untuk melakukan pinjaman Rp. 500 milyar dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Kajian ini akan dilihat dari rencana pinjaman daerah ke PIP dengan regulasi yang mengaturnya, tingkat kemampuan daerah, beban daerah dan kesehatan keuangan APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
  
Seperti Apa Pinjaman Pemprov Rp. 500 Milayar dari PIP Itu…..?

 Pinjaman Pemprov Sulsel sebanyak Rp. 500 milyar dilakukan dengan jangka waktu pengembalian selama 5 tahun (termasuk grace priode pokok pinjaman selama 16 bulan). Untuk mengembalikan pinjaman selama 5 tahun, Pemprov Sulsel menjaminkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Pemprov Sulawesi Selatan setiap tahun anggaran selama 5 tahun. Karena itu PIP mempersyaratkan adanya Surat Pernyataan Gubernur bahwa Pemprov Sulsel bersedia dipotong DAU dan/atau DBH jika Pemprov mengalami gagal bayar atas kewajibannya kepada PIP. Karena itu pula, ketentuan ini juga diikuti dengan adanya Surat Kuasa dari Gubernur kepada Dirjen Perimbangan Keuangan untuk melakukan pemotongan DAU dan/atau DBH jika Pemprov mengalami gagal bayar. Ketentuan lainnya yang dipersyaratkan adalah persetujuan DPRD atas rencana pinjaman Pemerintah Provinsi yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah (PERDA) yang menyatakan bahwa selama masa pinjaman seluruh kewajiban (pokok, bunga, dan kewajiban lainnya) yang jatuh tempo, wajib dialokasikan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Dari Rp. 500 milayar pinjaman tersebut, selain harus dikembalikan pokok pinjaman, juga dikenakan kewajiban yang lain, yakni:  Bunga pinjaman sebesar 7,75% pertahun yang dibayar setiap 3 bulan (triwulan)  Fee pinjaman sebelum efektif pinjaman berjalan yang harus diunasi antara lain: o Up front fee sebesar 0,50% (nol koma lima puluh persen) o Management fee sebesar 0,50% (nol koma lima puluh persen) o Administration fee sebesar 0,50% (nol koma lima puluh persen)  Keterlambatan pembayaran dikenakan denda, masing-masing: o Keterlambatan pembayaran pokok sebesar 2% (dua persen) perbulan o Keterlambatan pembayaran bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan Pemberian pinjaman kepada Pemprov Sulsel dilakukan dalam 5 tahapan. Tahap pertama, pemberian uang muka sebesar 15% dari total nilai kontrak pekerjan; tahap kedua sampai dengan tahap ke empat besaran penarikan pinjaman berdasarkan realisasi fisik pekerjaan berdasarkan laporan dari konsultan pengawas.

Hasil Kajian KOPEL

Berdasarkan hasil kajian Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) atas permohonan pinjaman Rp. 500 milyar kepada PIP oleh Pemprov Sulsel, beberapa kesimpulan dan sumbang saran yang perlu menjadi pertimbangan para pihak yang terkait dengan pinjaman ini, antara lain: Dalam kasus ini, ada beberapa pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:  
  •  Pelanggaran terhadap ketentuan jaminan pinjaman daerah.  
 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah Pasal 5 ayat 2 dijelaskan bahwa Pendapatan Daerah dan/atau Barang Milik Daerah tidak dapat dijadikan jaminan pinjaman daerah. Dalam kasus ini, baik Pusat Investasi Pemerintah (PIP) maupun Pemprov Sulsel telah melanggar PP Nomor 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. PIP mempersyaratkan pinjaman ini dengan jaminan pembayaran pinjaman dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Hal mana DAU dan DBH keduanya adalah pendapatan daerah dari dana perimbangan. Sehingga jika pinjaman ini diteruskan maka jaminan yang dipersyaratkan PIP atas pinjaman Pemprov dan Surat Pernyataan Gubernur bahwa Pemprov Sulsel bersedia dipotong DAU dan/atau DBH-nya serta Surat Kuasa dari Gubernur kepada Dirjen Perimbangan Keuangan untuk melakukan pemotongan DAU dan/atau DBH adalah sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.  
  •  Pelanggaran terhadap ketentuan pembayaran kembali pinjaman.  
 Pinjaman Pemprov Sulsel sebesar Rp.500 milyar dengan jangka waktu 5 tahun merupakan pinjaman jangka menengah yang lebih dari satu tahun (PP Nomor 30 tahun 2011 pasal 13 ayat 1) dan digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan (PP Nomor 30 tahun pasal 13 ayat 4). Dalam PP No. 30 pasal 13 ayat 2 tentang Pinjaman Daerah dijelaskan bahwa kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Menengah yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan. Sisa masa jabatan Gubernur Sulawesi Selatan saat ini tidak lebih dari satu tahun. Sehingga pinjaman yang dilakukan oleh Pemprov Sulawesi Selatan dengan jangka waktu pelunasan selama 5 tahun melebihi dari sisa masa jabatan gubernur. Ketentuan ini adalah sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
  •  Pelanggaran ketentuan persyaratan pinjaman daerah: Usul pinjaman melalui persetujuan DPRD.  
 Dalam PP Nomor 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, ada dua ketentuan yang mempersyaratkan pinjaman melalui persetujuan DPRD. Pasal 15 ayat 3 di jelaskan bahwa Pinjaman Jangka Menengah dan Pinjaman Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dalam hal pinjaman dari Pemerintah (dalam kasus ini melalui PIP Kemeterian Keuangan - RI) tentang Prosedur Pengajuan dan Penilaian Usulan Pinjaman Daerah Pasal 18 ayat 4 dijelaskan bahwa usulan pinjaman daerah yang dilakukan oleh gubernur harus melampirkan dokumen persetujuan DPRD. Ketentuan tersebut di atas telah dilanggar oleh Pemprov Sulawesi Selatan dalam pengajuan pinjaman ke PIP karena hingga saat ini beluam ada persetujuan dari DPRD Sulawesi Selatan. Namun pengajuan pinjaman ke PIP telah dilakukan sejak awal tahun 2012 melalui surat Nomor 903/282/B. Marga pada tanggal 18 Januari 2012 perihal permohonan dana untuk infrastruktur jalan sebesar Rp. 500 milyar. Atas usulan tersebut, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) melakukan penilaian atas usulan pinjaman daerah dengan melayankan penawaran indikatif pinjaman kepada Gubernur Sulawesi Selatan melalui surat nomor: S – 873/IP/2012 tertanggal 09 Oktober 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa DPRD secara kelembagaan telah dikelabui oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan karena Pemprov lebih dulu menyampaikan permohonan ke PIP tanpa melalui persetujuan DPRD secara kelembagaan hanya melalui surat ketua DPRD Sulsel. Hal ini juga memicu polemik di beberapa fraksi di DPRD Sulsel yang menolak persetujuan pinjaman. Oleh karena itu, Ketua DPRD perlu dipersoalkan dan diseret ke ranah hukum termasuk ke Badan Kehormatan DPRD Sulsel karena telah menyalahgunakan wewenang.