Kamis, 09 Juni 2011

Kopel Ragukan Pendidikan Gratis

Berita Kota Kamis, 09-06-2011

Diduga Banyak Daerah Gagal Laksanakan

MAKASSAR, BKM -- Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia meragukan program pendidikan gratis yang dilaksanakan Pemprov Sulsel telah berjalan dengan baik. Hingga tiga tahun kepemimpinan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, masih banyak kabupaten/kota gagal melaksanakan sharing anggaran sesuai dengan kesepakatan antara Pemkab/Pemkot dan Pemprov.

Manajer Program Kopel Herman di kantor Kopel Indonesia Jl Batua Raya, Rabu (8/6) mengatakan, dalam diskusi Kopel beberapa waktu lalu di Kabupaten Maros terungkap bahwa dari 23 kabupaten/kota di Sulsel, baru tujuh daerah yang mampu melaksanakan sharing anggaran 60 persen dan 40 persen. Selebihnya, 17 kabupaten/kota masih terseok-seok.
Herman mengatakan, berdasarkan Perda No 4 Tahun 2009 tentang Pendidikan Gratis, anggaran pendidikan gratis ditanggung bersama antara Pemprov dan Pemkab/Pemkot. Pemprov menanggung 40 persen, sedangkan Pemkab/Pemkot menanggung 60 persen.
"Hal ini dikuatkan dengan penandatanganan kesepakatan antara Gubernur Syahrul Yasin Limpo dengan seluruh bupati/ walikota tentang sharing anggaran pendidikan gratis," kata Herman.
Menurut Herman, salah satu daerah yang belum mampu menyiapkan anggaran untuk pendidikan gratis adalah Maros. Apalagi, selama empat tahun berturut-turut, Maros mengalami disklaimer keuangan dan masih terbebani hutang Rp 180 miliar.
"Bagaimana bisa Maros memenuhi target 60 persen dari APBD untuk pendidikan gratis, sementara hutangnya Rp 180 miliar belum dibayar," jelas Herman.
Dengan realita seperti ini, Kopel mengusulkan agar Perda tentang pendidikan gratis direvisi. Beberapa pihak mengusulkan, agar sharing anggaran pendidikan gratis, Pemprov lebih besar dibandingkan kabupaten/kota.
"Program ini kan programnya Pemprov, jadi seharusnya Pemprov harus mengalokasikan dana yang lebih besar daripada kabupaten/ kota," tambah Herman.
Juru bicara Kopel Anwar Razak menjelaskan, Kopel berencana melakukan survei pelaksanaan pendidikan gratis. Lokasi surveinya di tiga daerah yakni Makasar, Gowa dan Maros.
"Hasil survei ini nanti akan menjadi dasar bagi Kopel dan sejumlah lembaga masyarakat lainnya untuk meminta DPRD Sulsel merevisi Perda No 4 Tahun 2009 tentang Pendidikan Gratis," katanya.
Namun demikian, menurut Anwar sudah ada beberapa hal yang tidak dijalankan dalam program ini. Diantaranya pembentukan lembaga semi independen yang berfungsi untuk memonitor pelaksanaan program ini yang belum terbentuk sampai saat ini.
"Dalam Perda No 4 kan jelas dalam pelaksanaan pendidikan gratis, Pemprov harus membentuk lembaga semi independen yang bertugas melakukan monitoring," katanya.
Menanggapi sorotan soal program pendidikan gratis, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sharing anggaran antara Pemprov dan Pemkab/Pemkot untuk pendidikan gratis sudah sesuai dengan regulasi. Apalagi, itu semua sudah diatur dalam penandatanganan kesepahaman antara Pemprov dan Pemkab/Pemkot.

Jumat, 03 Juni 2011

Legislator Bulukumba DPO Polda Jatim

Fajar online
Jumat, 3 Juni 2011


BULUKUMBA -- Karena diduga terlibat pengangkutan kayu ilegal, salah seorang legislator di Bulukumba dari Partai Barisan Nasional (Barnas) Muhammad Amar Ma'ruf dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia ditetapkan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim).

Saat ini, anggota Polda Jatim sudah tiba di Bulukumba untuk melakukan pemanggilan paksa kepada Amar Ma'ruf. Penyebabnya, dua kali pemanggilan secara patut, tidak dipenuhi anggota Komisi A DPRD Bulukumba tersebut.

Amar Ma'ruf ditetapkan sebagai DPO dan menjadi tersangka setelah kayu sekira lima kontainer yang diangkut dari Bulukumba ke Surabaya ditahan anggota Kesatuan Penjagaan Pantai dan Pelabuhan (KP3) Polres Surabaya, April lalu.

Penetapan Amar Ma'ruf sebagai DPO dibenarkan Kapolres Bulukumba, AKBP Arief Rahman. Hanya saja, kata dia, Polres Bulukumba tidak terlibat secara langsung dalam kasus ini lantaran dugaan perbuatan pidananya terjadi di wilayah Polda Jatim.

Dia juga membenarkan bahwa penetapan DPO dilakukan karena tersangka sudah dua kali dipanggil namun tidak pernah memenuhi panggilan. Atas tindakan tersangka ini, Polda Jawa Timur kemudian memilih untuk menjemput tersangka di Bulukumba.

"Yah betul dia berstatus DPO Polda Jatim. Kayu yang dia angkut ke Surabaya ditangkap anggota KP3 Surabaya," ujar Arief Rahman, Kamis, 2 Juni.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, sampai saat ini, anggota Polda Jatim yang datang di Bulukumba belum menemukan tersangka lantaran tidak diketahui dimana keberadaannya. Dia menghilang setelah mengetahui ada anggota Polda Jawa Timur yang datang di Bulukumba.

Meski begitu, konfirmasi berhasil didapatkan dari Amar Ma'ruf. Dia membantah telah dipanggil dua kali secara patut. Menurutnya, sampai saat ini dia baru sekali dipanggil penyidik Polda Jatim. Itu pun, kata dia, tanggal dan harinya salah sehingga dia memutuskan untuk tidak menghadiri panggilan tersebut.

Ia bahkan menuding Polres Bulukumba yang mengeluarkan surat DPO secara tiba-tiba meskipun pemanggilan sebelumnya tidak dia hadiri karena dianggap cacat hukum. Atas kasus ini menilai ada rekayasa yang sengaja dilakukan untuk menyudutkan dirinya.

"Pernah ada panggilan satu kali. Cuma tanggal dan harinyanya salah (cacat hukum). Dan tidak pernah ada panggilan susulan, tiba-tiba ada surat DPO Kapolres Bulukumba," demikian Amar Ma'ruf via pesan pendek yang dikirim kepada wartawan.

Dalam pesan tersebut, Amar Ma'ruf juga menegaskan bahwa kasus yang menimpa dirinya adalah rekayasa. Baginya, itu adalah kemunduran dalam penegakan hukum. Alasannya, prosedur pemanggilan dan penetapan dirinya sebagai DPO tidak mengindahkan aturan yang seharusnya dijalankan. "Tolong disampaikan semua teman-teman media, prosedur yang salah dan kasus direkayasa," tulisnya.

Melalui nomor tersebut, FAJAR sempat menghubungi Amar lagi, namun tidak diangkat. Setelah beberapa kali dihubungi, nomor itu sudah tidak aktif. (arm)

Sekwan DPRD Bulukumba Pernah Usulkan Pin Imitasi

Kesaksian Muttamar pada Kejari

Harian Fajar, Makassar
Jumat, 13 Mei 2011 |
http://www.fajar.co.id/read-20110512185018-sekwan-pernah-usulkan-pin-imitasi

BULUKUMBA -- Pemeriksaan Andi Muttamar Mattotorang sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pin 40 anggota DPRD Bulukumba mengungkap fakta baru. Andi Muttamar mengaku pernah ditemui Sekretaris DPRD kala itu, Andi Cawa Miri untuk mengusulkan membuat pin imitasi. Alasan Sekwan, anggaran yang tersedia tidak cukup lantaran harga emas melambung.

Atas usulan ini, Andi Muttamar menyebutkan bahwa dirinya menolak usulan tersebut. Ia tetap memerintahkan Sekwan membuat pin sesuai dengan yang seharusnya dengan menyesuaikan anggaran yang tersedia.

Muttamar membantah menyetujui pengurangan bobot pin tetapi memerintahkan agar tetap dilanjutkan dan tidak boleh ada dana sisa dari hasil pembuatan pin ini. Hanya saja, dalam praktiknya, berdasarkan temuan Inspektorat Kabupaten, ada kekurangan bobot pin dari tujuh gram menjadi lima gram. Akibatnya, terjadi kerugian negara Rp 24 juta.

"Jadi saya tidak pernah mengetahui apakah akan dikurangi atau tidak. Saya hanya sekali berkomunikasi dengan sekwan saat itu dan yang ditanyakan adalah kemungkinan membuat pin imitasi," ujar Muttamar usai diperiksa Kejari, Kamis, 12 Mei.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bulukumba, Muhammad Ruslan Muin yang dikonfirmasi juga menyebut bahwa Muttamar hanya ditemui saat mengusulkan pin imitasi tersebut. Hanya saja, Ruslan menyebutkan bahwa keterangan Muttamar dengan keterangan Sekwan bersesuaian karena Sekwan juga mengaku tidak pernah meminta persetujuan untuk pengurangan bobot pin tersebut. Satu-satunya keterangan yang berbeda adalah soal siapa yang menelepon penjual emas untuk menanyakan harga saat itu.

"Menurut Sekwan saat itu, yang menelepon adalah Juharta setelah Muttamar memerintahkan mengecek harga emas. Cuma keterangan Juharta dan juga dikuatkan Muttamar bahwa bukan Juharta yang menelepon penjual emas," kata Ruslan. (arm)