Rabu, 29 September 2010

MENILAI LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI BULUKUMBA PERIODE 2005 - 2010

Bagian 2

Penilaian Substansi Pencapaian Visi dan Misi di tahun 2010 Akhir Masa Jabatan

Dalam penilaian substansi pencapaian visi dan misi di tahun 2010 akhir masa jabatan Pemerintah Kabupaten Bulukumba, KOPEL Sulawesi melakukan analisa berdasarkan tujuan, indikator dari pencapaian visi dan misi yang sudah dituangkan dalam RPJMD berdasarkan Peraturan Bupati Nomor: 16/III/2006 dan perubahannya nomor 34/VII/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bulukumba tahun 2005 – 2010.

Misi Pertama
“Mendorong peningkatan kualitas SDM kelembagaan dan sumber daya aparatur dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bebas KKN”


Untuk mencapai misi ini, pemerintah kabupaten Bulukumba menetapkan tujuan, yakni peningkatan kualitas pelayanan publik dan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan partisipatif.

Tujuan 1: “Peningkatan kualitas pelayanan publik”

Salah satu tujuan dalam pencapaian misi ini adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik di Kabupaten Bulukumba yang dapat dilihat dari meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah daerah, terciptanya kelembagaan pemerintahan yang efektif dan efisien, dan meningkatnya kualitas sarana dan prasarana umum. Jika dilihat dari kondisi selama ini, profesinalisme dari aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya masih sangat minim. Dampak dari profesionalisme aparatur yang kurang mengakibatkan kacaunya administrasi dan agenda-agenda pemerintahan di Kabupaten Bulukumba.

Beberapa kasus kekacauan administrasi yang banyak menjadi sorotan publik adalah hilangnya 107 orang tenaga honorer dalam data based Pemerintah Kabupaten Bulukumba, temuan BPK tentang aset daerah yang belum tercatat, pengangkatan CPNSD TA 2009 yang bersumber dari alumni PGSDi yang mengakibatkan nasib 33 orang yang telah dinyatakan lulus justru tidak memiliki Surat Keputusan Pengangkatan sebagai PNS. Bantuan sosial sebesar 1,5 Milyar untuk Pembangunan Tanggul Pantai Merpati seharusnya diselesaikan pada Tahun Anggaran 2009 tetapi sampai sekarang belum terealisasi akibat terjadinya kesalahan administrasi.

Kasus lain yang menjadi sorotan publik tiap tahun adalah terlambatnya pembahasan RAPBD di DPRD karena pihak eksekutif tidak tertib jadwal penganggaran daerah. Dengan kata lain bahwa setiap agenda perencanaan dan penganggaran daerah, pihak eksekutif tidak tepat waktu. Padahal indikator pencapaian visi ini di tahun 2010 berdasarkan RPJMD bupati adalah 100% SKPD dalam menyampaikan laporan keuangan harus tepat waktu, tetapi kenyataannya tidak demikian. Setiap tahun anggaran RAPBD selalu bermasalah.

Bila kenyataan tersebut di atas demikian, maka peningkatan kualitas sarana dan prasarana umum yang menjadi sasaran dari pencapaian tujuan peningkatan kualitas pelayanan publik juga hampir dipastikan belum memadai. Asumsi ini terbangun karena kualitas pelayanan publik akan berkorelasi dengan profesionalisme aparatur pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kapada publik.

Tujuan 2: “Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan partisipatif”

Salah satu keberhasilan pemerintah Kabupaten Bulukumba masa pemerintahan A. Sukri Sappewali adalah dibentuknya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) sebagai amanah PERDA No 10 Tahun 2005 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bulukumba. Dengan dibentuknya komisi ini, tujuan dari pencapaian misi kepala daerah diharapkan tercapai dengan sasaran peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berdasarkan indikator yang tertuang dalam RPJMD, yakni 70% unsur-unsur dalam masyarakat terlibat dalam Musrenbang dan perumusan kebijakan publik.

Untuk pencapaian misi ini berdasarkan indikator capaian, ada dua yang harus menjadi perhatian; (1) pelibatan unsur masyarakat dalam Musrenbang, dan (2) pelibatan unsur masyarakat dalam perumusan kebijakan publik.

Pelibatan unsur masyarakat dalam Musrenbang hampir sama dengan kabupaten yang lain karena hal tersebut berlaku nasional. Dan umumnya kondisi pelaksanaan Musrenbang selalu menjadi kritikan masyarakat, baik dari mekanisme dan teknis pelaksanaannya maupun kualitas usulan Musrenbang. Akibatnya usulan masyarakat tidak terakomodir dalam APBD, yang tahapan-tahapannya hingga ditetapkan oleh DPRD juga tidak tertib jadwal yang setiap tahun anggaran selalu mendapat warning dari pemerintah pusat. Apakah kondisi seperti ini dapat dikatakan pencapaian misi ini tercapai berdasarkan indikator yang telah ditentukan sebelumnya? Kualitas yang baik ditentukan dengan proses yang baik. Kegagalan pembangunan disebabkan karena perencanaan yang dilakukan juga gagal. Bahkan untuk mwujudkan perencanaan dan penganggaran yang baik, draf PERDA tentang prosdur perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah baru diselesaikan oleh eksekutif pada akhir masa jabatan dan hingga selesai masa pemerintahan Bupati A. Sukri Sappewali, PERDA ini belum juga dibahas di DPRD.

Meskipun Komisi Transparansi dan Partisipasi telah dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Bulukumba, bukan berarti ini sebuah keberhasilan dari pencapaian misi bupati. Alasannya karena lembaga ini hanya instrumen/alat untuk mencapai tujuan. Karena itu minimal ada dua yang harus dinilai: pertama, progres dari para komisioner untuk melakukan tugas dan fungsinya, dan kedua, hasil yang dicapai oleh komisioner dalam menjalankan tugasnya yang memberikan kontribusi pencapaian tujuan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan partisipatif. Sejak dibentuknya, komisi ini belum menunjukkan hal yang luar biasa atas tugas-tugasnya kepada publik. Bahkan di awal pembentukannya sibuk dengan penyelesaian masalah internal pengurusnya apalagi mau menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi aduan masyarakat tentang pelayanan publik, khususnya aduan masyarakat terkait dengan masalah yang mereka hadapi dalam pelayanan di SKPD-SKPD dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Bulukumba.

Kedua penilaian ini jika berhasil akan menciptakan kondisi Kabupaten Bulukumba di tahun 2010 yakni Kabupaten Bulukumba yang dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) berdasarkan misi pemerintah daerah yang dituangkan dalam RPJMD. Apakah kondisi sekarang ini sudah tercapai? Sudah bisa dipastikan bahwa diakhir masa jabatan, kondisi ini berdasarkan misi awal tidak tercapai. Indikasinya, dugaan kasus-kasus korupsi di Kabupaten Bulukumba 5 tahun terakhir masih dominan, baik yang telah diputuskan oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maupun yang sementara berproses. Demikian juga dengan penyimpangan lainnya yang belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum, tetapi sudah menjadi bahan pembicaraan di masyarakat.

Belum hilang dari ingatan kita bagaimana kasus dugaan penyelewengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pelaksanaan DAK 2007-2008 yg amburadul, sekolah langsung dibongkar tanpa jelas siapa yang memberi perintah untuk pembongkaran, begitu pula dengan pengadaan mobiler dan computer di sekolah-sekolah.

Tujuan 3: “Peningkatan kualitas sumber daya manusia”

Salah satu tujuan untuk mencapai misi bupati adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan indikator sasaran: meningkatnya kualitas pendidikan formal, non formal dan informal; meningkatnya derajat kesehatan masyarakat; meningkatnya kualitas hidup perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak; dan menekan laju pertumbuhan penduduk.

Salah satu indikator meningkatnya kualitas pendidikan yang ditargetkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba untuk tujuan peningkatan sumber daya manusia di bidang pendidikan pada tahun 2010 (akhir masa jabatan) adalah perbandingan rasio murid dan guru dengan target 1:16. Target indikator ini tercermin dalam RPJMD bupati yang disusun berdasarkan visi dan misinya. KOPEL Sulawesi menilai bahwa kehendak bupati untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang pendidikan justru tidak dilakukan. Justru yang hendak dilakukan adalah penurunan kualitas dengan capaian target seperti ini. Penilaian ini bukan tanpa alasan karena sejak tahun 2003, perbandingan rasio murid dan guru sudah mencapai 1:11 untuk SMU dan sederajat serta 1:15 untuk SMP dan sederajat .

Bila dilihat rata-rata perbandingan rasio murid dan guru sejak dari tahun 2003 – 2007 diperoleh angka perbandingan untuk SD sederajat sudah mencapai 1:13, SMP sederajat 1:14 dan untuk SMU sederajat 1:13. Lantas apa dasar pemerintah daerah menargetkan capaian rasio perbandingan murid dan guru 1:16 di akhir masa jabatan? Nampaknya RPJMD dibuat tidak by design sebagaimana juga tergambar dalam analisis teknis/umum sebelumnya dimana LKPJ akhir masa jabatan tidak menampilkan capaian visi dan misi berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya karena sejak dari awal dibuat ngawur.

Tujuan peningkatan sumber daya manusia lainnya sebagai tujuan pencapaian misi ini yang sasarannya adalah meningkatnya kualitas hidup perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak, oleh Pemerintah Kabupaten Bulukumba telah menetapkan indikator capaian tahun 2010 sebesar 20% perempuan di legislatif dan eksekutif.

Namun jika dilihat faktanya, dari 40 orang anggota legislatif, jumlah perempuan hanya 4 orang atau hanya 10% dari total anggota DPRD. Sementara di eksekutif yang menempati pimpinan SKPD hanya 10 perempuan dari 41 orang pimpinan SKPD. Jika diakumulasi jumlah perempuan yang memegang peranan penting sebagai anggota legislatif dan pimpinan SKPD hanya 17%. Artinya, target dari pencapaian tujuan misi ini sebesar 20% oleh pemerintah daerah tidak tercapai.

Misi Kedua
“Menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan yang aman, damai, religius, dan inovatif serta implementasi pemberdayaan masyarakat”.


Untuk mencapai misi ini, pemerintah kabupaten Bulukumba menetapkan tujuan, yakni Peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas.

Tujuan 4: “Peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas”

Salah satu indikator sasaran pencapaian tujuan peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas atas misi Pemerintah Kabupaten Bulukumba adalah pembinaan keagamaan dengan target 100% berdasarkan RPJMD.

Mengingat penduduk Kabupaten Bulukumba mayoritas beragama Islam, maka beberapa Peraturan Daerah yang dikenal dengan Perda keagamaan telah ditetapkan pada masa pemerintahan bupati sebelumnya Patabai Pabokori. Bupati Patabai Pabokori pada masa pemerintahannya menjalankan crash program keagamaan dengan memprioritaskan 8 aspek kegiatan, antara lain: (1) Pembinaan dan pengembangan pemuda – remaja mesjid; (2) Pembinaan dan pengembangan TKA dan TPA; (3) Pembinaan dan pengembangan majelis taklim; (4) Pembinaan dan pengembangan perpustakaan masjid; (5) Pembinaan dan pengembangan hifzil Qur’an; (6) Pembinaan dan pengembangan seni bernuansa Islami; (6) Pemberdayaan Zakat, Infak dan Shadaqah; dan, (8) Pelestarian keluarga sakinah, sejahtera dan bahagia.

Seiring dengan crash program tersebut di atas, PERDA-PERDA yang bernuansa keagamaan lainnya muncul, antara lain:
• PERDA Nomor 03 tahun 2002 tentang Larangan, Pengawasa, Penertiban, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
• PERDA Nomor 2 tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah;
• PERDA Nomor Pandai 5 tahun 2003 tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah;
• PERDA Nomor 6 tahun 2003 tentang Baca Tulis Al-Quran bagi Siswa dan Calon Pengantin.

Dampaknya pun juga dapat terukur, misalnya saja, kalangan masyarakat yang beragama Islam menjadi sadar terhadap perlunya mematuhi peraturan daerah, apalagi aturan-aturan yang bersumber pada agama. Selain itu, simbol-simbol keagamaan menjadi semakin marak dimana masyarakat secara individu maupun kolektif menggunakan simbol-simbol tersebut.

Bila dianalisa lebih jauh terkait dengan sasaran indikator 100% pembinaan keagamaan yang ditargetkan oleh pemerintah daerah tahun 2010, maka selayaknya nuansa keberagamaan di masyarakat lebih meningkat dari periode bupati sebelumnya. Apakah hal itu tercapai? Nampaknya pemberlakuan PERDA di bidang keagamaan tersebut mengalami kemunduran. Meskipun secara normatif, pemerintah Kabupaten Bulukumba tetap memberlakukan PERDA-PERDA ini, namun masyarakat menganggap bahwa ruh yang melatarbelakangi lahirnya PERDA ini mulai redup. Kegiatan-kegiatan keagaman tidak lagi menjadi perhatian serius pemerintah. Paling tidak hal ini yang dirasakan oleh masyarakat atas keseriusan pemerintah sekarang ini dibandingkan dengan periode sebelumnya .

Bahkan Perda-Perda keagamaan tersebut di atas dapat dijadikan alat atau instrumen penegakan hukum karena ini sangat berkorelasi dengan pencapaian tujuan peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas. Berdasarkan data Kepolisian, sejak diberlakukannya ke empat PERDA tersebut telah berhasil menekan angka kriminal hingga 22 % di tahun 2004. Seandainya pemerintah daerah periode selanjutnya (A. Sukri Sappewali) memaksimalkan pembinaan keagamaan dengan pemberlakuan PERDA ini, maka angka kriminalitas dapat menurun dari periode pemerintahan sebelumnya.

MENILAI LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI BULUKUMBA PERIODE 2005 - 2010

Bagian 1
Oleh: KOPEL Sulawesi

Tulisan ini dimaksudkan untuk menilai capaian visi misi Bupati Bulukumba periode 2006 - 2010 di awal menjabat hingga berakhir masa jabatannya. Apakah janjinya kepada masyarakat saat kampanye 5 tahun yang lalu terwujud hari ini? Tulisan ini bisa menjawabnya dan diturunkan dalam beberapa bagian tulisan. Tulisan ini juga bisa dibaca www.kopel-online.com.

PENDAHULUAN

LKPJ Akhir masa jabatan pada hakikatnya merupakan media pertanggungjawaban Kepala Daerah atas capaian visi, misi yang diamanahkan kepadanya sebagaimana terangkum dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Oleh karena itu, LKPJ Akhir Masa Jabatan itu sudah seharusnya melaporkan realisasi capaian-capaian kinerja pemerintah daerah diperbandingkan dengan target kinerjanya selama 5 tahun. Seperti apa kondisi daerah di tahun pertama dan capaiannya di akhir masa jabatan atau di tahun ke 5. Capaian ini akan diukur berdasarkan dengan janji-janji bupati terpilih yang selanjutnya dituangkan dalam RPJM yang harus dicapai di akhir masa jabatan. Dengan demikian, dari LKPJ tersebut akan diketahui apakah visi misi kepala daerah tersebut tercapai atau tidak, dan berikut alasan-alasannya.

Pada tahun 2006, Kabupaten Bulukumba dipimpin oleh A. Sukri Sappewali selaku Bupati dan berpaket dengan H. Padasi selaku Wakil Bupati. Kepemimpinan mereka dipilih langsung oleh masyarakat Bulukumba dan selama lima tahun diberikan amanah untuk mewujudkan janji-janjinya saat kampanye di hadapan masyarakat. Janji-janji tersebut telah dituangkan dalam dokumen RPJMD melalui Peraturan Bupati Nomor: 16/III/2006 dan perubahannya dengan nomor: 34/VII/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bulukumba tahun 2005 – 2010.


VISI DAN MISI KABUPATEN BULUKUBA

Visi Kabupaten Bulukumba 2006-2010 sebagaimana tercantum dalam RPJMD adalah:
“Mewujudkan masyarakat Bulukumba yang berkualitas dan sejahtera melalui pengembangan potensi sumberdaya daerah dengan berlandaskan pada moral agama dan nilai-nilai luhur budaya”.

Dalam mewujudkan visi Kabupaten Bulukumba, maka pemerintah daerah merumuskan misi sebagai berikut:

1. Mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas, beriman, profesional, berintegritas moral dan etis;
2. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan mongoptimalkan potensi unggulan daerah, mendorong tumuhnya pusat kegiatan ekonomi kecil menengah, menciptakan iklim investasi yang kondusif dan prospektif, peningkatan sarana pelayanan publik dan melakukan supremasi hukum;
3. Mengembangkan kompetensi dan profesionalisme aparatur untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bebas dari KKN;
4. Menciptakan stabilitas masyarakat melalui supremasi hukum, keamanan dan ketertiban lingkungan;
5. Meciptakan iklim investasi yang baik, kondusif, dan prospektif;
6. Mendorong tumbuhnya pusat-pusat kegiatan ekonomi baik yang berskala kecil, menengah dan besar;
7. Kerja sama lintas dinas, bidang dan program dalam mensukseskan tujuan pembangunan;
8. Pelestarian Sumber Daya Alam, lingkungan, budaya dan peninggalan sejarah;
9. Peningkatan prasarana dan infrastruktur yang dapat meningkatkan kesejahteraan, ekonomi, dan kepuasan masyarakat seperti transportasi, komunikasi, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat umum, tempat-tempat pendidikan dan pelayanan kesehatan.


MENILAI PENCAPAIAN VISI DAN MISI

Sebagaimana dijelaskan pada pendahuluan di atas bahwa hakikat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) adalah untuk menilai apakah di akhir masa jabatan seorang kepala daerah tercapai visi dan misinya atau tidak. Visi misi ini telah dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan kewajiban seorang bupati terpilih untuk membawa/menahkodai daerah yang dipimpinnya selam 5 tahun ke depan. RPJMD ini dibuat berdasarkan visi dan misi bupati terpilih yang merupakan janji-janji saat kampanye yang harus diwujudkan selama kepemimpinannya sebagai dasar pijakan dalam mengarahkan pembangunan hingga visi tersebut tercapai di akhir masa jabatan.

Pemerintah Kabupaten Bulukumba periode 2005 – 2010 telah menetapkan visi dan misinya yang telah dituangkan dalam dokumen RPJMD melalui Peraturan Bupati Nomor: 16/III/2006 dan perubahannya nomor 34/VII/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bulukumba tahun 2005 – 2010.

Untuk menilai Laporan Akhir Masa Jabatan (LKPJ) Akhir Masa Jabatan, kita tentu bertanya apakah visi dan misi yang telah “dijual” oleh bupati melalui kampanye di tahun 2005 yang lalu telah tercapai di tahun 2010 akhir masa jabatan atau tidak. Pertanyaan tersebut penting untuk diajukan agar setiap LKPJ Akhir Masa Jabatan akan menjadi media untuk mengukur kinerja seorang kepala daerah secara lebih objektif. Mengingat ini adalah janji yang harus ditepati karena masyarakat Kabupaten Bulukumba telah mempercayakan kepadanya untuk memimpin daerah ini hingga 2010.

1. Penilaian Umum/Teknis

Sebelum masuk kepada analisa subtansi dari Laporan Keterangan Pertanggugjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Bupati Bulukumba periode 2005 - 2010, KOPEL Sulawesi merasa penting untuk memberikan penilaian secara umum/teknis atas LKPJ akhir masa jabatan ini, antara lain:

a. Melalui Peraturan Bupati Bulukumba Nomor: 16/III/2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2005 – 2010, Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba telah menetapkan visi, misi, strategi, dan arah kebijakan pembangunan Kabupaten Bulukumba hingga tahun 2010, dimana jabatan Bupati Bulukumba berakhir. Dalam dokumen RPJMD tersebut, tidak tergambar tujuan dari setiap misi pemerintah daerah serta sasaran, target dan indikator pencapaiannya. sehingga sulit untuk mengukur keberhasilan capaian visi dari tahun ke tahun yang diharapkan dapat tercapai pada tahun ke 5 yakni tahun 2010 akhir masa jabatan. Baru menjelang 1 (satu) tahun berakhirnya masa jabatan, Bupati Bulukumba melakukan perubahan/revisi RPJMD melalui Peraturan Bupati nomor 34/VII/2009. Dalam perubahan RPJMD tersebut baru dicantumkan tujuan dan sasaran serta indikator dan target capaiannya.

b. RPJMD Kabupaten Bulukumba Tahun 2005-2010 yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan hanya dengan Peraturan Bupati. Padahal merujuk pada Pasal 150 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah secara jelas mengungkapkankan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA). Penetapan RPJMD dengan Peraturan Bupati, dapat menyulitkan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap kebijakan perencanaan pembangunan, mengontrol pencapaian target dari tahun ke tahun karena RPJMD tidak melalui DPRD dalam pembahasan dan penetapannya.

c. Selain tujuan, sasaran, indikator dan target capaian kinerja dalam perubahan RPJMD tersebut, misi daerah juga dilakukan revisi yang disisipkan dalam Bab tujuan dan saran pada Peraturan Bupati Nomor 34/VII/2009. Revisi tersebut nampaknya dilakukan karena tujuan dan sasaran yang menjadi tambahan dalam perubahan RPJMD 2009 ditetapkan berdasarkan misi pemerintah daerah. Misi yang awalnya terdiri dari 10 point direvisi menjadi 5 point tanpa mengubah substansi yang ada dalam RPJMD tahun 2006. Meskipun demikian dalam Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) kedua-duanya ditampilkan sehingga membingungkan dalam melakukan analisa pencapaian visi-misi. Namun perubahan ini tidak menghilangkan substansi keduanya. Ke 5 misi tersebut, antara lain:

- Mendorong peningkatan kualitas SDM kelembagaan dan sumber daya aparatur dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bebas KKN;
- Menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan yang aman, damai, religius, dan inovatif serta implementasi pemberdayaan masyarakat
- Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dengan mengoptimalkan potensi unggulan dan mendorong tumbuhnya pusat-pusat ekonomi dan pengembangan kerja sama daerah;
- Meningkatnya prasarana dan infrastruktur pendukung ekonomi dan kualitas pelayanan dalam pemenuhan hak dasar masyarakat;
- Pelestarian Sumber Daya Alam (SDA), budaya, dan peninggalan sejarah.

d. Dalam laporan pertanggungjawaban ini, Kepala Daerah Kabupaten Bulukumba tidak menggambarkan capaian visi dan misinya berdasarkan dengan indikator-indikator sasaran dan target yang sudah ditetapkan sebelumnya melalui Peraturan Bupati Nomor 34/VII/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam dokumen LKPJ akhir Masa Jabatan ini, Bupati bulukumba tidak menggambarkan visi dan misi tersebut tercapai atau tidak tercapai, berapa presentase capaiannya dan apa kendala-kendala yang dihadapi.

e. Dalam LKPJ akhir masa jabatan ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba hanya menampilkan capaian realisasi pelaksanaan program setiap tahunnya. Yang terdiri dari 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan ditambah dengan tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan. Sehingga terkesan LKPJ masa akhir jabatan ini hanya sekedar kumpulan program dari tahun ke tahun dengan capaian realisasi program rata-rata 80% – 90%. Apakah capaian realisasi program ini berkontribusi pada pencapaian visi dan misi di tahun 2010? Jawabannya seharusnya iya! Namun dalam LKPJ akhir masa jabatan ini tidak menampilkan pencapaian visi dan misi berdasarkan indikator yang sudah ditetapkan dalam RPJMD. Apakah capaian realisasi program tersebut berkontribusi pada pencapaian visi dan misi? Jawabannya dapat dilihat dalam analisa substansi pada bagian lain dalam dokumen hasil analisis ini.

Dalam menilai Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) masa akhir jabatan Bupati Bulukumba, KOPEL Sulawesi akan mengurai dan memberi penilaian berdasarkan visi-misi tersebut di atas.

(bersambung)

Minggu, 19 September 2010

REKOMENDASI KEBIJAKAN ATAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DI SULAWESI SELATAN (PERDA NO 4 TAHUN 2009)

Tulisan ini sebagai evaluasi atas program pendidikan gratis di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh KOPEL Sulawesi

Pendidikan gratis di Sulawesi Selatan merupakan program prioritas Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008 – 2013. Program ini merupakan janji Gubernur terpilih saat PILKADA 2008 yang harus diimplementsikan selama periode kepemimpinannya. Implementasi janji tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur nomor 11 tahun 2008 dan pada tahun 2009, penyelenggaraan pendidikan gratis ini selanjutnya di-PERDA-kan melalui Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan. Pendidikan gratis adalah skema pembiayaan pendidikan dasar dan menengah yang ditanggulangi bersama oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota guna membebaskan atau meringankan biaya pendidikan peserta didik di Sulawesi Selatan.
Inisiasi pemerintah daerah tentang program pendidikan gratis tidak semata-mata untuk mengimplementasikan janji Gubernur Sulawesi Selatan dalam PILKADA 2008 yang lalu, akan tetapi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Sementara dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional tahun 2003, beberapa pasal yang lebih rinci mengatur masalah ini, antara lain:
1. Pasal 5 ayat 1
Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
2. Pasal 5 ayat 5
Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat;
3. Pasal 34 ayat 2
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya;
4. Pasal 46 ayat 2
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat 4 UUD Negara RI tahun 1945.
Dalam undang-undang tersebut di atas menjelaskan bahwa kebutuhan akan pendidikan yang bermutu dan bebas dari pungutan menjadi kewajiban bagi negara untuk dipenuhi demi kepentingan warga negara. Oleh karena itu, Perda nomor 4 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan adalah tepat. Namun pelaksanaan Perda kadang mendapatkan hambatan dengan kenyataan di lapangan. Masalah kemudian muncul, baik di masyarakat, Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun di penyelenggara pendidikan sendiri.
KOPEL Sulawesi memandang bahwa niat baik pemerintah propinsi Sulawesi Selatan melalui PERDA Nomor 4 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis ini perlu mendapat apresiasi dari semua pihak, termasuk memberikan masukan-masukan perbaikan yang dapat mendorong implementasi Perda ini agar berjalan dengan baik. Melalui task force (gugus tugas) pelayanan publik yang dibentuk oleh KOPEL yang terdiri dari unsur Partai Politik, NGO, akademisi, dan pelaku usaha telah melakukan kajian atas pendidikan gratis di Sulawesi Selatan. Atas hasil diskusi dan kajian terhadap PERDA ini, beberapa rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.
2. Mutu Pendidikan
3. Komisi Pengawas Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.
Ketiga rekomendasi kebijakan tersebut di atas, dapat kami paparkan sebagai berikut:
1. Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.

Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di setiap sekolah penyelenggara pendidikan membutuhkan anggaran yang begitu besar. Tidak hanya keperluan anak sekolah yang harus ditanggulangi, akan tetapi operasional, perbaikan fasilitas dan sejumlah kebutuhan penyelenggaraan pendidikan yang harus ditutupi. Sementara anggaran pendidikan gratis yang dikucurkan oleh pemerintah daerah sangat terbatas. Dengan anggaran yang terbatas dari subsidi pendidikan gratis yag dikucurkan oleh pemerintah daerah, membuat penyelenggara pendidikan keteteran.

Asumsi yang terbangun di masyarakat bahwa pendidikan gratis tidak lagi ada pungutan kepada siswa/orang tua siswa dalam bentuk apapun. Di pihak lain subsidi pemerintah daerah melalui pendidikan gratis sangat terbatas, praktis penyelenggara pendidikan harus mencari pudi-pundi lain untuk menutupi kekurangan anggaran. Penyelenggara pendidikan diharapkan mencari sumber pembiayaan lain selain subsidi dari pemerintah daerah.

Dalam PERDA No 4 tahun 2009 sinyal itu sudah ada, khususnya pada pasal 10 ayat (6), namun jalan keluar yang ditempuh dalam pasal ini adalah pungutan dapat dilakukan dari peserta didik atas persetujuan orang tua murid melalui Komite Sekolah. Dalam konteks ini, ada pertentangan atas Perda ini antara keinginan untuk menggratiskan peserta didik dengan ketidakmampuan pihak sekolah membiayai penyelenggaraan pendidikan. Wajar jika orang tua murid banyak yang protes “Katanya pendidikan gratis, tapi mengapa masih ada yang harus dibayar”.

Harusnya pasal dalam Perda ini menegaskan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di luar subsidi gratis pemerintah tidak dibebankan kepada peserta didik. Perda ini perlu menegaskan kepada penyelenggara pendidikan yang masih memiliki komponen lain yang harus dibiayai untuk kreatif mencari sumber pembiayaan di luar subsidi gratis pemerintah daerah. Penyelenggara pendidikan dapat mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud dapat berupa:
• Corporate (perusahaan/BUMN/BUMD) melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility).
• Peranserta individu/kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan financial dan peduli terhadap pengembangan pendidikan.

Masukan tersebut di atas adalah jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan anggaran bagi penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, pasal 10 khususnya ayat (6) dan (7) Perda No. 4 Tahun 2009 agar dipertimbangkan untuk dihapus. Masukan sumber pembiayaan lainnya dapat dipertegas dalam BAB IX Pasal 14 tentang sumber pembiayaan. Penegasannya dapat dilakukan dengan merevisi pasal tersebut dan memasukkan pengaturannya dengan tegas (untuk tidak mengatakan sedikit memaksa) tentang kreatifitas penyelenggara pendidikan untuk dapat bekerja sama dengan corporate dan atau individu/kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan financial dan peduli terhadap pengembangan pendidikan ke dalam batang tubuh PERDA.

2. Mutu Pendidikan

Sejatinya Perda Penyelenggaraan Pendidikan Gratis tidak sekedar mendorong penyelenggara pendidikan untuk membebaskan anak didik dari segala pengutan, akan tetapi PERDA ini juga penting mengatur tentang peningkatan mutu pendidikan.

Dalam Pasal 12 ayat (3) menjelaskan bahwa “Subsidi pembiayaan dari pemerintah daerah dimaksudkan untuk perluasan kesempatan belajar bagi seluruh anak usia sekolah dan peningkatan mutu penyelenggaraan dan mutu luaran/lulusan”. Pasal 10 ayat (3) dan (4) menyebutkan “Sekolah swasta dan pesantren yang menolak menyelenggarakan pendidikan gratis wajib menjamin mutu proses belajar mengajar dan standar mutunya diatur dalam peraturan gubernur”. Konteks dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (3) dan (4) ini menginformasikan kepada kita bahwa subsidi pembiayaan gratis dari pemerintah daerah dimaksudkan untuk peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan dan mutu luaran/lulusan. Namun dengan subsidi yang terbatas dari pemerintah daerah diperparah dengan persepsi masyarakat tentang “pendidikan gratis” yang menganggap semuanya harus digratiskan membuat penyelenggara pendidikan terbebani. Antara perintah PERDA dengan desakan kuat dari masyarakat tentang pendidikan gratis membuat penyelenggara pendidikan tertekan dan tak mampu berbuat apa-apa. Termasuk memikirkan mutu pendidikan dan keluaran/lulusan anak didik.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam Perda No. 4 tahun 2009 yang mengatur tentang mutu pendidikan hanya beberapa pasal, antara lain Tujuan, sasaran, dan pengawasan:
- BAB IV Pasal 7 tentang tujuan penyelenggaraan pendidikan gratis, yakni point (b) “Meningkatkan mutu penyelenggaraan dan lulusan”; dan point (d) “Meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggara pendidikan gratis untuk memenuhi mutu dan produktivitas sumber daya manusia yang unggul”.
- Pasal 10 ayat (3) dan (4) “Sekolah swasta dan pesantren yang menolak menyelenggarakan pendidikan gratis wajib menjamin mutu proses belajar mengajar dan standar mutunya diatur dalam peraturan gubernur”.
- Pasal 25 “Pengawasan diharapkan dapat mengefektifkan penggunaan dan pemanfaatan dana subsidi dan peningkatan mutu lulusan penyelenggaraan pendidikan gratis”

Bila dilihat dari tujuan Perda tentang mutu pendidikan yang diharapkan tercapai begitu mulya (pasal 7 point b dan d), namun tak satupun pasal dalam Perda ini yang mengatur tentang bagaimana penyelenggara pendidikan didorong untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dan luaran/lulusan peserta didik. Apa sebab? Setelah ditelusuri pasal demi pasal dalam PERDA ini, ada asumsi yang terbangun bahwa sekolah yang menerima penyelenggaraan pendidikan gratis sudah dijamin mutunya padahal belum tentu, sementara sekolah yang menolak, standar mutunya akan diatur dalam peraturan gubernur (pasal 10 ayat 3 dan 4).

Ada beberapa aspek yang mendukung terselenggaranya pendidikan yang bermutu, antara lain pembiayaan, cara dan metode, serta kapasitas pengajar/guru. Dari segi pembiayaan, jelas subsidi pemerintah daerah dalam pendidikan gratis ini tidak bisa mencukupi seluruh pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah yang menerima penyelenggaraan pendidikan gratis. Sementara cara, metode, dan kapasitas tenaga pengajar/guru sama sekali tidak disinggung dalam Perda ini.



3. Komisi Pengawas Penyelenggaraan Pendidikan Gratis.

Penyelenggaraan pendidikan gratis oleh sekolah yang menerima penyelenggaraan pendidikan gratis penting untuk diawasi. Banyaknya masalah yang dihadapi baik oleh penyelenggara pendidikan, pemerintah kabupaten/kota maupun komplain dari orang tua siswa yang mengharuskan penyelenggaraan pendidikan gratis perlu pengawasan yang ketat.

Dalam Perda No. 4 tahun 2009 komisi ini telah diatur dalam Bab tersendiri yakni BAB XV tentang Komisi Pengawasa Penyelenggaraan Pendidikan Gratis dalam 3 pasal yakni pasal 23, 24, dan 25. Namun dalam pengawasan ini ada beberapa catatan:
- Komisi Pengawas yang diatur dalam PERDA ini menuntut adanya anggaran operasioanal untuk memonitoring pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan gratis di 23 kabupaten/kota se Sulawesi Selatan. Mengingat anggaran yang dibutuhkan lembaga ini tidak sedikit, maka perlu mempertimbangkan efektifitas keberadaan komisi ini.
- Dipahami bahwa prioritas subsidi pemerintah daerah untuk pembentukan PERDA ini adalah sekolah penyelenggara pendidikan gratis, maka sejatinya pemerintah daerah menimalkan pembengkakan anggaran selain kepada penyelenggara pendidikan gratis. Untuk pengawasan penyelenggaraan pendidikan gratis, pemerintah daerah dapat memberdayakan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah serta DPRD dengan fungsi pengawasannya.
Demikianlah rekomendasi ini dibuat, semoga menjadi catatan pemerintah propinsi Sulawesi Selatan untuk perbaikan regulasi dan kebjikan atas penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan.

Makassar, 16 Juli 2009
Gugus Tugas pelayanan Publik - KOPEL Sulawesi